Tuesday, January 3, 2012

Sejarah Sepeda Onthel dan Komunitas Onthel di Indonesia

Sejarah Sepeda Onthel


Sepeda di Indonesia tidak pernah lepas dari sejarah kedatangan Belanda. Komunitas Onthel Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) pada Juli-Agustus 2011 melansir hasil penelusuran mereka bahwa sepeda sudah ada di Indonesia sejak 116 tahun lalu.

Tahun lalu juga sejumlah pemerhati sepeda dari Belanda ikut menyemarakkan pertemuan komunitas penggila sepeda tua se-Jawa. Ada nama Otto Beaujon selaku Ketua De Oude Fiets, Piet Munsters, Jos Rietveld sebagai ahli sepeda Fongers, dan Theo de Kogel yang merupakan spesialis sepeda Gazelle dan nomor frame.

Sepeda di Indonesia juga memiliki banyak kisah. Merek sepeda menentukan status pengayuhnya. Sepeda merek Hima, misalnya, biasa dipakai polisi. Di masa lalu, jika ada Hima diparkir di suatu tempat, berarti ada polisi di sekitar lokasi itu. Saat itu polisi Belanda adalah sosok yang digunakan pemerintah kolonial untuk menakut-nakuti warga.

Bagus Kurniawan, seorang aktivis komunitas sepeda, mengungkapkan sepeda khas lainnya ialah merek Burgers, yang jadi tunggangan para pegawai pabrik gula. “Burgers juga dipakai guru di sekolah misionaris.”

Ada lagi merek Juncker dan Fongers, yang dipakai para prajurit Belanda pada masa revolusi. Selain itu, Gazelle dipilih para ambtenaar, atau pegawai pangreh praja, serta kebanyakan orang Belanda.

Buku Djakarta Tempo Doeloe menulis sepeda pertama muncul di Batavia sekitar 1890. Pedagang pertama ialah seorang Belanda bernama Gruyter. Tokonya berada di antara Monas dan Gambir.

Selain berjualan sepeda, Gruyter juga memiliki sebidang tanah lapang untuk menggelar balapan sepeda bagi pelanggannya. Pesertanya memang terbatas pada orang Belanda dan China, karena hanya mereka yang mampu membeli sepeda.

Rover adalah sepeda pertama yang masuk ke Batavia. Harganya 500 gulden. Kini, sepeda Rover lengkap dengan sertifi kat kepemilikan berangka 1954 itu tersimpan apik di tangan kolektor sepeda tua di Jakarta.

Pada 1937, di Batavia tercatat ada 70 ribu sepeda, atau satu sepeda untuk 8 penduduk. Saat itu jumlah penduduk mencapai 600 ribu jiwa. Dengan puluhan ribu sepeda, dulu Batavia tetap berudara bersih dan langitnya tetap biru. Kini, Jakarta dipenuhi kendaraan bermotor roda empat dengan tebaran polusi yang menyesakkan.

Komunitas Penggemar Sepeda Onthel Indonesia

Dari tahun ke tahun, penggemar sepeda tua terus bertambah. Mereka berbaju kolektor dan sebagian lagi pecinta. Di Yogyakarta, dua kelompok itu tumbuh bersama. Kolektor bergerak secara individu dan pecinta berguyub dalam komunitas.

Beberapa komunitas sudah terbentuk dan terus tumbuh. Ada Opoto, Podjok, Paguyuban Onthel Rabuk Yuswo (Pory), Komunitas Onthel Djadul Yogyakarta, Yogya Onthel Community, dan Paguyuban Onthel Jobohan Prambanan.

Dua komunitas teratas ialah Podjok dan Opoto, yang lahir pada 2006. Podjok didirikan empat pria, salah satunya ialah Thowil. Mereka membuat rumah untuk komunitas sepeda tua di Bayeman Permai, Jalan Wates Km 3,5.

Saat ini, komunitas Opoto memiliki anak komunitas Opoto Jarak Jauh. Mereka menerima anggota di luar Potorono, Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Sebuah sepeda tua yang dibeli dari petani seharga Rp200 ribu dan didandani bisa dibeli dengan harga jutaan rupiah. Harga jual Gezelle seri 11 bisa mencapai Rp12 juta di tangan para kolektor,

Kisah para pecinta sepeda tua Yogyakarta itu sampai ke telinga Jerry Bruckheimer, seorang produser film Hollywood yang cukup tenar. Hasilnya komunitas sepeda tua Yogyakarta muncul dalam salah satu episode The Amazing Race 19 yang diputar di channel AXN.

Di Yogyakarta sendiri saat ini beredar kabar harga tertinggi sepeda merek Gezelle sudah mencapai Rp200 juta. Pemilik lamanya ialah warga Wates, Kabupaten Kulon Progo.

Tak mengherankan jika sepeda milik Bung Karno merek Synbeam buatan Inggris pun sudah dikuasai seorang kolektor. Bagus tidak tahu harga sepeda yang sering digunakan sang Proklamator Bung Karno untuk berkeliling Gedung Agung Yogyakarta bersama Ibu Fatmawati itu.

Sejarah Sepeda Onthel


Harga sepeda bisa sangat tinggi karena semua bagian dan aksesorinya asli dan tidak lagi diproduksi. Itu juga yang membuat pemerhati sepeda tua dari Belanda kagum karena masih ada warisan nenek moyang mereka dari abad ke-18 yang bertahan utuh di Nusantara.


0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More